KOPI Populasi penduduk Indonesia yang pada tahun 2005 sebanyak 220 juta, dan kemudian diperkirakan sudah meningkat menjadi 231 juta pada 2009 merupakan potensi pasar yang sangat menjanjikan untuk pemasaran produk-produk makanan dan minuman, termasuk minuman KOPI. Apalagi, minuman ini bukan lagi jenis minuman yang asing bagi masyarakat Indonesia, karena sudah dikenal sejak abad ke-17 dengan dibudidayakannya tanaman KOPI ini oleh pemerintah Hindia Belanda (VOC) sebagai salah satu andalan komoditas ekspor pada waktu itu. Berbeda misalnya dengan minuman cokelat, minuman KOPI telah membudaya penggunaannya oleh masyarakat di seantero nusantara, baik di perdesaan maupun di perkotaan. Bahkan pada kalangan tertentu yang sudah menjadi penggemar KOPI, berlaku motto, “tak ada hari tanpa minum KOPI”.
Jika diperhitungkan terhadap total penduduk Indonesia pada 2008 yang mencapai 227,8 juta jiwa, dan penggunaan KOPI bubuk dan instan pada tahun yang sama sebanyak 138.383 ton, artinya konsumsi KOPI per kapita Indonesia masih sebesar 0,6 kg per kapita per tahun. Angka konsumsi ini masih jauh rendah dibandingkan Negara-negara Eropa seperti Finlandia (12,0 kg), Norwegia (9,9 kg), Belanda (8,4 kg), Denmark (8,7 kg), Swedia (8,2 kg), Swiss (7,9 kg) dan lain-lain. Dengan Negara-negara tetangga seperti Filipina dan Malaysia pun kita masih lebih rendah. Konsumsi Filipina 0,7 kg per kapita dan Malaysia 0,9 kg per kapita. Artinya, dari segi potensi pasar, Indonesia masih memiliki peluang untuk meningkatkan pasar KOPI di dalam negeri.
Yang tidak kalah menarik pula adalah dimana dalam beberapa tahun terakhir makin marak berkembangnya café coffee sebagai sebuah tren di kota-kota besar, dan bahkan juga penjual KOPI minuman asongan yang berjamur kehadirannya di berbagai sudut kota. Tak pelak lagi, fenomena ini mendorong peningkatan konsumsi KOPI, khususnya di kalangan anak muda dan masyarakat bawah.
Yang tidak kalah menarik lainnya adalah fenomena dinamika pasar KOPI minuman itu sendiri, baik KOPI bubuk maupun KOPI instan yang terus dinamis. Salah satunya adalah berkembangnya segmen pasar penggemar KOPI mix dengan berbagai varian rasa.
Namun besarnya potensi pasar produk KOPI tersebut tidak serta merta dapat dimanfaatkan begitu saja dalam melakukan penetrasi pasar untuk meningkatkan penjualan, karena berbagai kendala yang terus menghadang, baik dari sisi persaingan terhadap produk yang sama dari serbuan produk impor; maupun saingan dari produk minuman sejenis seperti minuman teh dan berbagai jenis minuman ringan atau bahkan dengan minuman supplemen. Faktanya dari riset ini, beberapa produsen kecil dan menengah pada 2008 lalu tidak mampu melanjutkan aktifitas produksinya, alias bangkrut. Artinya persaingan ketat di antara produsen KOPI, baik KOPI berskala nasional, menengah dan juga berskala kecil tak dapat dielakkan dan ketat. Fenomena dinamika persaingan pasar yang terus menerus bergerak ini mau tidak mau harus selalu diikuti oleh para produsen dan lembaga-lembaga yang terkait dengan bisnis KOPI minuman ini di dalam negeri, seperti lembaga perbankan dan lembaga pembiayaan lainnya.